TIMES SANGATTA, JAKARTA – Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) mendorong pemerintah agar segera mengevaluasi sekaligus mencabut seluruh izin tambang yang beroperasi di pulau-pulau kecil di Indonesia.
Desakan ini muncul setelah pencabutan empat izin tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.
Menurut LHKP PP Muhammadiyah, langkah pencabutan empat izin di Raja Ampat belum cukup jika pemerintah masih membiarkan aktivitas pertambangan serupa di pulau kecil lainnya. Mereka menilai hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Jika ingin menegakkan hukum, maka semua izin tambang di pulau kecil harus ditinjau ulang dan dicabut secepat mungkin,” ujar Parid Ridwanuddin, anggota Kajian Politik Sumber Daya Alam LHKP PP Muhammadiyah dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).
Parid menegaskan bahwa eksploitasi tambang di pulau kecil jelas dilarang dalam Pasal 35 UU tersebut. Dampak buruknya sudah mulai terlihat, tak hanya terhadap lingkungan dan ekosistem satwa, tapi juga memengaruhi kehidupan masyarakat, termasuk kelompok perempuan adat yang terdampak langsung.
Merujuk data Yayasan Auriga Nusantara, LHKP mengungkap bahwa terdapat sekitar 303 perusahaan tambang yang saat ini beroperasi di 214 pulau kecil dengan total luas konsesi mencapai 390 ribu hektare. Jumlah ini menurut mereka sangat mengkhawatirkan.
Wahyu Perdana, Ketua Bidang Politik SDA LHKP PP Muhammadiyah, menilai pencabutan empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Menteri ESDM jangan sampai hanya menjadi cara untuk memberikan celah administrasi baru kepada perusahaan tambang.
“Jika tambang tetap dibiarkan di pulau-pulau kecil, itu akan menjadi bom waktu ekologis dan sosial ekonomi. Kerentanannya terlalu tinggi untuk dipertaruhkan,” kata Wahyu.
Pencabutan IUP di Raja Ampat
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025), menyebut pencabutan IUP di Raja Ampat dilakukan setelah mengevaluasi aspek teknis, lingkungan, serta mendengar aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah.
“Beberapa wilayah itu masuk kawasan geopark. Kita tidak ingin merusak lingkungan yang dilindungi. Selain itu, ada masukan dari tokoh-tokoh lokal yang kami dengar langsung,” kata Bahlil seperti dikutip dari laman resmi Setkab.
Bahlil juga menegaskan bahwa Presiden Prabowo telah menginstruksikan agar pengawasan terhadap kegiatan tambang diperketat, khususnya terkait aspek AMDAL dan reklamasi.
Ia memastikan bahwa empat perusahaan yang izinnya dicabut tidak akan lagi bisa beroperasi karena tidak memenuhi dokumen penting seperti Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) serta AMDAL.
“Kalau tidak punya RKAB dan AMDAL, mereka tidak sah untuk berproduksi. Itu jelas dan kami akan tertibkan,” ujar Bahlil.
Penertiban tambang ini, lanjut Bahlil, merupakan bagian dari implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Sejak awal tahun, pemerintah sudah memulai proses penataan perizinan tambang secara menyeluruh sebagai bentuk komitmen terhadap perbaikan tata kelola sektor pertambangan nasional. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Muhammadiyah Desak Pemerintah Cabut Seluruh Izin Tambang di Pulau Kecil
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |